Berburuk sangka atau su'udzon merupakan salah satu penyakit hati yang selalu memandang sesuatunya dengan buruk. Su'udzon menurut bahasa diambil dari as-suu'u yang berarti semua yang buruk atau bisa juga berarti semua yang menjadikan manusia takut. Sedangkan menurut istilahnya, su'udzon adalah segala prasangka yang menjadikan seseorang mensifati atau menyikapi orang lain dengan sifat atau sikap yang tidak disukainya dengan tanpa dalil.
Sebagaimana yang kita ketahui, bahwa berburuk sangka kepada orang lain adalah akhlak yang tercela dan dilarang dalam agama Islam. Allah SWT berfirman :
اِجْتَنِبُوْا كَثِيْرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ
“Jauhilah kalian dari kebanyakan persangkaan, sesungguhnya sebagian prasangka adalah dosa” (QS. Al-Hujuraat: 12).
Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam juga bersabda :
إياكم والظنَّ، فإنَّ الظنَّ أكذب الحديث
“Jauhilah prasangka, karena prasangka itu adalah perkataan yang paling dusta” (HR. Bukhari-Muslim).
Oleh karenanya hukum asal dari berprasangka buruk terhadap sesama Muslim adalah haram. Setiap Muslim dengan Muslim lainny harusnya saling menjaga kehormatannya.
Prasangka Buruk yang Dibolehkan
Namun ketahuilah, ada prasangka buruk/su'udzon yang dibolehkan.Syaikh As Sa’di menjelaskan surat Al Hujurat ayat 12 di atas: “Allah Ta’ala melarang sebagian besar prasangka terhadap sesama Mukmin, karena ‘sesungguhnya sebagian prasangka adalah dosa’. Yaitu prasangka yang tidak sesuai dengan fakta dan bukti-bukti” (Taisir Karimirrahman). Maknanya, jika suatu prasangka didasari bukti atau fakta, maka tidak termasuk ‘sebagian prasangka‘ yang dilarang.
Syaikh Abdul Aziz bin Baz juga mengatakan :
فالواجب على المسلم أن لا يسيء الظن بأخيه المسلم إلا
بدليل، فلا يجوز له أن يتشكك في أخيه و يسيء به الظن إلا إذا رأى على
أمارات تدل على سوء الظن فلا حرج
“Maka yang menjadi kewajiban seorang Muslim adalah hendaknya tidak berprasangka buruk kepada saudaranya sesama Muslim kecuali dengan bukti. Tidak boleh meragukan kebaikan saudaranya atau berprasangka buruk kepada saudaranya kecuali jika ia melihat pertanda-pertanda yang menguatkan prasangka buruk tersebut, jika demikian maka tidak mengapa”
Beliau juga mengatakan :
فالواجب على كل مسلم، رجل أو امرأة، الواجب الحذر من سوء
الظن، إلا بأسباب واضحة، وإلا فالواجب ترك الظن السيئ، لا بالمرأة ولا
بالزوج ولا بالأولاد، ولا بأخي الزوج ولا بأبيه، ولا بغير ذلك، الواجب حسن
الظن بالله، وحسن الظن بأخيك المسلم، أو بأختك المسلمة، وألا تسيء الظن،
إلا بأسباب واضحة توجب التهمة، وإلا فالأصل البراءة والسلامة
“Maka yang menjadi kewajiban seorang Muslim, baik lelaki atau perempuan, wajib untuk menjauhi prasangka buruk. Kecuali ada sebab-sebab yang jelas (yang menunjukkan keburukan tersebut). Jika tidak ada, maka wajib meninggalkan prasangka buruk. Tidak boleh berprasangka buruk kepada istri, kepada suami, kepada anak, kepada saudara suami, kepada ayahnya atau kepada saudara Muslim yang lain. Dan wajib berprasangka baik kepada Allah, serta kepada sesama saudara dan saudari semuslim. Kecuali jika ada sebab-sebab yang jelas yang membuktikan tuduhannya. Jika tidak ada, maka hukum asalanya adalah bara’ah (tidak ada tuntutan) dan salamah (tidak memiliki kesalahan)”
Maka prasangka yang didasari oleh bukti-bukti, atau pertanda, atau sebab-sebab yang menguatkan tuduhan itu dibolehkan. Semisal jika kita melihat seorang yang datang ke parkiran motor lalu membuka paksa kunci salah satu motor dengan terburu-buru, kita boleh berprasangka bahwa ia ingin mencuri. Atau kita melihat orang-orang berkumpul di pinggir jalan disertai botol-botol khamr dengan wajah kuyu dan mata sayu, kita boleh berprasangka bahwa mereka sedang mabuk-mabukan. Dan contoh semisalnya.
Macam-Macam Prasangka Buruk
Para ulama telah membagi prasangka menjadi 4 golongan, yaitu :- Su'udzon yang haram, yaitu suuzhan kepada Allah dan su'udzon kepada sesama Mukmin tanpa bukti atau pertanda yang nyata.
- Su'udzon yang dibolehkan, yaitu su'udzon kepada sesama manusia yang memang dikenal penuh keraguan, sering melakukan maksiat. Juga termasuk suuzhan kepada orang kafir. Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin mengatakan : “Diharamkan suuzhan kepada sesama Muslim. Adapun kafir, maka tidak haram berprasangka buruk kepada mereka, karena mereka memang ahli keburukan. Adapun orang yang dikenal sering melakukan kefasikan dan maksiat, maka tidak mengapa kita berprasangka buruk kepadanya. Karena mereka memang gandrung dalam hal itu. Walaupun demikian, tidak selayaknya seorang Muslim itu mencari-cari dan menyelidiki keburukan orang lain. Karena sikap demikian kadang termasuk tajassus“.
- Su'udzon yang dianjurkan, yaitu su'udzon kepada musuh dalam suatu pertarungan. Abu Hatim Al Busti menyatakan :
“Orang yang memiliki permusuhan dan pertarungan dengan seseorang dalam masalah agama atau masalah dunia, yang hal tersebut mengancam keselamatan jiwanya, karena makar dari musuhnya. Maka ketika itu dianjurkan berprasangka buruk terhadap tipu daya dan makar musuh. Karena jika tidak, ia akan dikejutkan dengan tipu daya musuhnya sehingga bisa binasa”
- Su'udzon yang wajib, yaitu su'udzon yang dibutuhkan dalam rangka kemaslahatan syariat. Seperti suuzhan terhadap perawi hadits yang di-jarh.
Siapa yang Diberi Udzur?
Dari penjelasan di atas juga kita ketahui bahwa, perkataan salaf semisal :“Seorang mu’min itu mencari udzur (alasan-alasan baik) terhadap saudaranya”
Tidak berlaku bagi mu’min yang dikenal gemar dengan kemaksiatan atau kefasikan. Adapun Mu’min yang tidak dikenal dengan kemaksiatan dan kefasikan, maka haram dinodai kehormatannya dan haram bersuuzhan kepadanya. Dan inilah hukum asal seorang Mu’min.
Terutama orang-orang Mu’min yang dikenal dengan kebaikan, maka hendaknya mencari lebih banyak alasan untuk berprasangka baik kepadanya.
Bahkan, jika ia salah, hendaknya kita maafkan. Rasulullah SAW bersabda :
أَقِيلُوا ذَوِي الْهَيْئَاتِ زَلَّاتِهِمْ
“Maafkanlah ketergelinciran orang-orang yang baik” (HR. Ibnu Hibban 94).
Dalam riwayat lain :
أقيلوا ذوي الهيئات عثراتهم ، إلا الحدود
“Maafkanlah ketergelinciran dzawil haiah (orang-orang yang baik namanya), kecuali jika terkena hadd” (HR. Abu Daud 4375, Dishahihkan Al Albani dalam Ash Shahihah, 638).
Jauhkan Diri dari Tuduhan dan Hal yang Bisa Menimbulkan Prasangka
Jika telah dipahami penjelasan di atas, yaitu boleh berprasangka buruk kepada seseorang jika disertai bukti atau pertanda yang jelas. Maka, konsekuensinya seorang Mukmin hendaknya menjauhkan diri dari hal yang dapat menimbulkan tuduhan dan prasangka.Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda :
وَإِيَّاكَ وَمَا يُعْتَذَرُ مِنْهُ
“Tinggalkanlah hal-hal yang membuatmu perlu meminta udzur setelahnya” (HR. Dhiya Al Maqdisi dalam Ahadits Al Mukhtarah, 1/131; Ar Ruyani dalam Al Musnad, 2/504; Ad Dulabi dalam Al Kuna Wal Asma’; Dihasankan oleh Al Albani dalam Silsilah Ahadits Shahihah, 1/689).
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam juga bersabda :
فَمَنِ اتَّقَى الشُّبُهَاتِ اسْتَبْرَأَ لِدِينِهِ،
وَعِرْضِهِ، وَمَنْ وَقَعَ فِي الشُّبُهَاتِ وَقَعَ فِي الْحَرَامِ،
كَالرَّاعِي يَرْعَى حَوْلَ الْحِمَى، يُوشِكُ أَنْ يَرْتَعَ فِيهِ، أَلَا
وَإِنَّ لِكُلِّ مَلِكٍ حِمًى، أَلَا وَإِنَّ حِمَى اللهِ مَحَارِمُهُ
“Siapa yang menjauhkan diri dari syubhat, sungguh ia telah menjaga agama dan kehormatannya. Siapa yang terjerumus dalam syubhat, ia akan terjerumus dalam keharaman. Sebagaimana pengembala yang mengembalakan hewannya di dekat perbatasan sampai ia hampir saja melewati batasnya. Ketahuilah batas-batas Allah adalah hal-hal yang diharamkan-Nya” (Muttafaqun ‘alaih).
Misalnya, tidak layak seorang Mukmin berada di dekat-dekat tempat perzinaan (walaupun tidak berzina) tanpa ada hajat, tidak layak seorang Mukmin sengaja menenteng botol khamr (walaupun tidak diminum) untuk bercanda atau iseng saja, tidak layak seorang Mukmin berada di restoran makanan haram (walaupun tidak dimakan) tanpa hajat, dan hal-hal lain yang bisa menimbulkan tuduhan lainnya.
Semoga yang sedikit ini bermanfaat, wabillahi at taufiq was sadaad.
---------------------------------------------------------------------------------------
Diambil dari Muslim.or.id
0 comments:
Post a Comment