Adegan dalam kisah fiksi ini mengandung kekerasan, kekejaman dan pembunuhan brutal
Kebijakan dari sahabat sekalian sangat disarankan
(WARNING 21+)
Kebijakan dari sahabat sekalian sangat disarankan
(WARNING 21+)
----------------------------
Susi merasakan matanya berat untuk dibuka. Kepalanya terasa berputar-putar. Dan tangannya... ya tangannya tak bisa ia gerakkan. Begitu pula kakinya.
Susi memaksakan diri untuk membuka matanya. Dia kemudian tersadar bahwa dia bukan bangun tidur dari ranjang empuknya. Tapi dia bangun dengan posisi duduk dikursi. Dan dengan kaki dan tangan diikat dikursi!
"Aaaarrrgghh... aaaarrgghh..." Susi meronta-ronta mencoba melepaskan.
Dia mengingat-ingat apa yang terjadi sebelumnya. Tapi ingatannya buram. Yang dia ingat hanyalah tangan kasar yang mencengkramnya dari belakang.
Suasana diruangan itu gelap. Malam telah tiba. Dan sama sekali tak ada penerangan kecuali lampu yang mengarah persis dihadapannya.
"Toloong... Ayah... Bunda... tolong Susi" Isaknya.
"Ss... susi..." Tiba-tiba suara ayahnya menyahut. Tak jauh dari tempatnya. Persis dihadapannya, ditengah kegelapan yang ada dihadapan matanya.
"Kumohon biar aku saja. Lepaskan putriku. Cukup aku saja" Suara dari ayahnya terdengar lemah.
"Ayah bicara dengan siapa?" Tanya Susi.
Tapi tak ada jawaban kecuali suara tangis dari ayahnya yang terdengar.
"Ayah kenapa? Kenapa Susi diikat? Kenapa gelap, ayah? Ayah, apa yang terjadi" Susi menanyakan pertanyaan bertubi-tubi. Anak kecil ini tak tahu apa yang sedang terjadi.
Mengapa?
Mengapa dia diikat di kursi?
Mengapa ayahnya memohon?
Ayahnya bicara dengan siapa?
Mengapa dia diikat di kursi?
Mengapa ayahnya memohon?
Ayahnya bicara dengan siapa?
"Ayah?" Kali ini suara Susi memelas ketakutan.
"Ku mohon... anakku saja... bebaskan ia" Ayahnya memohon kembali.
"Ayah?"
JREEENG!
Tiba-tiba suara lampu dapur menyala. Silau dengan cahayanya, Susi pun menutup matanya. Setelah matanya bisa beradaptasi, dia pun bisa melihat. Tapi pemandangan yang ada dihadapannya sungguh mengerikan bagi seorang anak kecil.
Ayahnya ternyata duduk dihadapannya dengan diikat tangan dan kakinya. Tapi kondisi ayahnya tak seperti ia. Susi teriak sesaat melihat kondisi ayahnya.
Tubuh sang ayah penuh luka. Luka dipukul, luka ditusuk, luka kekejaman yang membuat ayahnya terluka parah. Darah-darah menetes dari berbagai bagian tubuhnya. Dari dahinya, dari tangannya, dari dadanya, dari kakinya.
Dan siapa wanita yang terbaring berlumuran darah didekat kaki ayahnya? Darah yang mengucur dari kepala wanita itu membuat Susi tak mengenali siapa sosok yang tak bernyawa itu.
"Ayah kenapa? Ada apa ayah? Siapa yang melakukan ini" Tanya Susi penuh pilu.
Ayahnya hanya menangis tak menjawab.
"Ampuni kami" Ucap ayahnya sambil terisak. Berkali-kali, kepada sosok yang tak terlihat oleh Susi.
"Ayah, siapa wanita yang terbaring itu?" Tanya Susi lagi.
Dan ayahnya menangis kembali, lebih kencang lagi.
Susi pun ikut menangis.
"Ayah, dimana bunda?" Pertanyaan yang menusuk hati ayahnya. Ayahnya tak bisa menjawab.
Suasana berubah menjadi lebih mencekam. Hanya terdengar suara isak tangis diantara mereka berdua, sampai kemudian.....
.
"Gyaa... ha... hahahahahahaha!!!!"
Tiba-tiba suara tawa mengerikan memecah suasana yang mencekam ini.
"Wanita itu ibumu" Ujar suara itu.
----------- bersambung ------------
0 comments:
Post a Comment