Bila makan dan minum, yang hukum asalnya mubah saja
diharamkan bagi orang yang sedang berpuasa, apalagi berdusta, ghibah,
bersaksi palsu, mengadu domba, dan perbuatan maksiat lainnya, yang hukum
asalnya adalah haram. Tentu lebih diharamkan lagi bagi orang yang
sedang puasa.
Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam bersabda,
مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ وَالْجَهْلَ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ
“Barang siapa yang tidak meninggalkan perkataan zur (perkataan
dusta), mengamalkannya, atau tindakan bodoh, maka Allah tidak butuh atas
usahanya dalam menahan rasa lapar dan dahaga” (HR. Bukhori no.1903).
Makna zuur pada hadis di atas adalah perkataan
dusta. Yang paling parahnya adalah persaksian palsu, yakni persaksian
untuk menindas hak orang lain, atau untuk membenarkan yang keliru.
Kemudian “mengamalkannya”, maksudnya melakukan tindakan-tindakan
runtutan dari perkataan dustanya. Termasuk dalam hal ini, segala macam
perbuatan yang menyimpang dari kebenaran; yakni maksiat.
Adapun makna
tindakan bodoh di sini, adalah bodoh (tidak peduli) terhadap hak sesama.
Seperti iri, hasad, menebar kebencian sesama muslim, dll. (Lihat: Syarah Ahadis As Shiyam min Kitab Bulughul Marom, hal. 120. Karya Syaikh Nashir bin Ibrahim Al ‘Abudi).
Ternyata untuk meraih kesempurnaan puasa, tidak cukup hanya
dengan meninggalkan makan dan minum saja. Namun harus ada perjuangan
meningalkan perbuatan sia-sia dan maksiat. Yang mana hal-hal tersebut
akan merusak pahala puasa. Inilah puncak daripada tujuan disyariatkan
puasa dan bentuk puasa yang diinginkan oleh Allah ‘azza wa jalla dalam firmanNya,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian untuk
berpuasa sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian,
agar kalian menjadi insan yang bertakwa” (QS. Al- Baqarah: 183).
Bila puasa sekedar menahan lapar dan dahaga saja, semua
orang bisa melakukannya. Tidak yang awam, tidak yang sudah tau agama.
Bahkan orang-orang non muslim pun mampu. Namun, puasa lahir dan batin;
yakni puasa dari makan minum, dan juga dari perbuatan-perbuatan maksiat
yang dapat menodai kesucian hati dan merusak pahala puasa, tak semua
orang dapat melakukan. Kecuali mereka yang dirahmati Allah ‘azza wa jalla.
Disinilah saudaraku, peluang untuk berlomba-lomba dalam
meraih kualitas puasa terbaik. Semakin maksimal seorang hamba
meninggalkan perbuatan maksiat saat puasa, semakin baik kualitas
puasanya, dan tentu semakin sempurna pahalanya. Dalam Al Quran Allah ‘azza wa jalla selalu memberi motivasi kepada hambaNya dalam hal ini,
فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ
“Berlomba-lombalah dalam kebaikan” (QS. Al Baqarah: 148).
Dalam ayat lain, Allah berfirman,
وَسَارِعُوا إِلَىٰ مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ
“Bergegaslah kalian kepada ampunan Tuhanmu dan surga yang luasnya
seluas langit dan bumi. Yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa” (QS. Ali Imran: 133)
Apakah Maksiat Membatalkan Puasa?
Ibnu Rojab al Hambali, dalam buku beliau; Jami’ul ‘Ulum wal Hikam (jilid 1, hal.180) menuliskan sebuah kaidah,
أن المحرم إذا كان محرما لمعنى يختص بالعبادة يفسدها، وإن كان تحريمه عاما لم يفسدها
Larangan yang berhubungan khusus dengan suatu ibadah, maka bila
dilakukan, larangan tersebut dapat membatalkan ibadah yang bersangkutan.
Adapun suatu larangan yang sifatnya umum (tidak ada hubungan khusus
dengan suatu ibadah), maka bila dilakukan tidak membatalkan ibadah.
Seperti puasa, larangan dari makan dan minum ada kaitan
khusus dengan ibadah puasa. Karena di luar puasa, makan dan minum
dibolehkan. Hanya saat puasa saja, seorang dilarang dari makan dan
minum. Maka dari itu, larangan ini bila dilanggar akan membatalkan
puasa. Adapun larangan dari perkataan dusta, ghibah, mengadu domba, dan
maksiat lainnya, itu tidak ada kaitan khusus dengan puasa. Karena
larangan ini diberlakukan umum; baik saat puasa maupun di luar ibadah
puasa.
Dari kaidah ini, kita bisa ketahui, bahwa perbuatan maksiat
tidak membatalkan puasa, hanya saja akan mengurangi pahala puasa.
Apabila dilakukan terus menerus atau semakin banyak, maka akan sampai
pada keadaan dimana seorang tidak mendapatkan dari puasanya, selain rasa
lapar dan dahaga saja. Sebagaimana dijelaskan oleh Rasulullah shallallahu’ alaihi wasallam dalam sabda beliau,
رُبَّ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ إِلاَّ الْجُوعُ وَرُبَّ قَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ قِيَامِهِ إِلاَّ السَّهَرُ
“Berapa banyak orang yang berpuasa, tidak mendapatkan buah dari
puasanya selain rasa lapar. Dan berapa banyak orang yang bangun
beribadah di malam hari, namun tidak mendapatkan melainkan sekedar
begadang.” (HR. Ibnu Majah).Semoga Allah memberkahi hari-hari ramadhan kita.
Sumber
0 comments:
Post a Comment