Bilal ibn Rabah Ra.
Siapa yang tak mengenal beliau, seorang budak yang telah dimerdekakan oleh Sayyidina Abu Bakar Ra ini sangat terkenal dengan perannya yang acapkali menjadi muadzin di masa Rasulullah SAW. Bilal Ra pun juga dikenal pula sebagai penunggang kuda yang hebat dari kalangan Habasyah. Sepanjang hidupnya, beliau telah meriwayatkan 44 hadits.
Bagi seseorang yang menemukan cinta dalam Islam, diangkat derajatnya oleh Islam, melantunkan adzan di masa Sang Kekasih Allah SWT masih ada, tentu menjadi sesuatu hal yang amat menyedihkan ketika mengetahui Rasulullah wafat.
Sejak wafatnya Baginda Rasulullah, Bilal ibn Rabah menyatakan bahwa dirinya tidak akan mengumandangkan adzan lagi. Adzan terakhir yang terdengar dikumandangkan Bilal adalah disaat kewafatan Rasul atas perintah Abu Bakar Ra.
Kesedihan yang begitu menyayat hati membuat hati Bilal selalu merasakan yang perih didalam rongga dada. Wafatnya seseorang yang begitu ia cintai dan kagumi membuat orang yang terkuat sekalipun meneteskan air matanya. Dengan membawa kesedihan itu, Bilal memutuskan untuk meninggalkan Madinah dan pergi bersama rombongan pasukan Islam berangkat menuju Syam. Beliau kemudian memutuskan tinggal di Homs, Syria.
Bertahun-tahun Bilal tinggal disana hingga suatu malam ia bermimpi berjumpa dengan Rasulullah. Saat itu Rasulullah menegurnya, "Wahai Bilal, mengapa kau tak mengunjungiku?"
Pertanyaan singkat dari Rasulullah tersebut sontak saja membuatnya terbangun dan didalam sadarnya, ia kemudian bersedih. Rindu yang tak tertahankan bergejolak dalam dadanya. Sekian tahun sudah berlalu sejak perjalanannya meninggalkan Madinah. Dalam ruang rindu ingin bertemu dengan Rasulullah tersebut kemudian ia memutuskan untuk kembali ke Madinah.
Dalam ziarahnya di makam Rasulullah, ia kemudian menangis teringat masa-masanya bersama dengan Rasulullah. Dari kejauhan Hasan dan Husein, cucu Rasulullah, yang telah beranjak dewasa mendekatinya. Kemudian salah seorang dari mereka berujar, "Paman Bilal, maukah engkau sekali lagi mengumandangkan adzan untuk kami?"
Dari kejauhan, sang Khalifah Umar bin Khattab melihat pemandangan mengharukan ini. Beliau pun bersegera menghampiri mereka dan juga memohon kepada Bilal agar sekali lagi mengumandangkan adzan di Madinah ini.
Mendengar keinginan kedua cucu Rasulullah dan Khalifah Umar yang begitu ingin mendengarkan ia mengumandangkan adzan, Bilal pun menyanggupi permintaan itu.
Kemudian saat waktu shalat tiba, ia naik ke tempat dahulu ia biasa adzan dan mulailah ia mengumandangkan adzan.
Saat lafadz pertama adzan (Allahu Akbar) dikumandangkan olehnya, sontak seluruh Madinah senyap, segala aktifitas terhenti, semua terkejut oleh suara yang amat sangat mereka kenal akan tetapi telah hilang bertahun-tahun yang lalu. Suara yang amat merdu, dirindukan dan mengingatkan mereka dengan masa-masa dimana Rasulullah masih bersama diantara mereka.
Kemudian lafadz kedua (Asyhadu an Laa Ilaha Illallah) dikumandangkan, seluruh penduduk kota Madinah berlarian meninggalkan apa yang mereka kerjakan sebelummnya menuju arah suara tersebut.
Dan saat Bilal mengumandangkan Asyhadu anna Muhammadan Rasulullah, suasana Madinah tiba-tiba pecah oleh tangisan kerinduan dari seluruh penduduknya. Saat itu Umar bin Khattab lah yang paling keras tangisnya.
Hari itu adalah hari dimana Madinah mengenang kembali saat-saat keberadaan Rasulullah masih ada diantara mereka. Hari itu sekaligus adalah hari dimana Sang Muadzin mengumandangkan adzan terakhirnya.
Seminggu kemudian Bilal bin ibn Rabah Ra wafat. Beliau meninggal dunia di Damaskus pada 20 H dan dimakamkan disana.
Kesedihan yang begitu menyayat hati membuat hati Bilal selalu merasakan yang perih didalam rongga dada. Wafatnya seseorang yang begitu ia cintai dan kagumi membuat orang yang terkuat sekalipun meneteskan air matanya. Dengan membawa kesedihan itu, Bilal memutuskan untuk meninggalkan Madinah dan pergi bersama rombongan pasukan Islam berangkat menuju Syam. Beliau kemudian memutuskan tinggal di Homs, Syria.
Bertahun-tahun Bilal tinggal disana hingga suatu malam ia bermimpi berjumpa dengan Rasulullah. Saat itu Rasulullah menegurnya, "Wahai Bilal, mengapa kau tak mengunjungiku?"
Pertanyaan singkat dari Rasulullah tersebut sontak saja membuatnya terbangun dan didalam sadarnya, ia kemudian bersedih. Rindu yang tak tertahankan bergejolak dalam dadanya. Sekian tahun sudah berlalu sejak perjalanannya meninggalkan Madinah. Dalam ruang rindu ingin bertemu dengan Rasulullah tersebut kemudian ia memutuskan untuk kembali ke Madinah.
Dalam ziarahnya di makam Rasulullah, ia kemudian menangis teringat masa-masanya bersama dengan Rasulullah. Dari kejauhan Hasan dan Husein, cucu Rasulullah, yang telah beranjak dewasa mendekatinya. Kemudian salah seorang dari mereka berujar, "Paman Bilal, maukah engkau sekali lagi mengumandangkan adzan untuk kami?"
Dari kejauhan, sang Khalifah Umar bin Khattab melihat pemandangan mengharukan ini. Beliau pun bersegera menghampiri mereka dan juga memohon kepada Bilal agar sekali lagi mengumandangkan adzan di Madinah ini.
Mendengar keinginan kedua cucu Rasulullah dan Khalifah Umar yang begitu ingin mendengarkan ia mengumandangkan adzan, Bilal pun menyanggupi permintaan itu.
Kemudian saat waktu shalat tiba, ia naik ke tempat dahulu ia biasa adzan dan mulailah ia mengumandangkan adzan.
Saat lafadz pertama adzan (Allahu Akbar) dikumandangkan olehnya, sontak seluruh Madinah senyap, segala aktifitas terhenti, semua terkejut oleh suara yang amat sangat mereka kenal akan tetapi telah hilang bertahun-tahun yang lalu. Suara yang amat merdu, dirindukan dan mengingatkan mereka dengan masa-masa dimana Rasulullah masih bersama diantara mereka.
Kemudian lafadz kedua (Asyhadu an Laa Ilaha Illallah) dikumandangkan, seluruh penduduk kota Madinah berlarian meninggalkan apa yang mereka kerjakan sebelummnya menuju arah suara tersebut.
Dan saat Bilal mengumandangkan Asyhadu anna Muhammadan Rasulullah, suasana Madinah tiba-tiba pecah oleh tangisan kerinduan dari seluruh penduduknya. Saat itu Umar bin Khattab lah yang paling keras tangisnya.
Hari itu adalah hari dimana Madinah mengenang kembali saat-saat keberadaan Rasulullah masih ada diantara mereka. Hari itu sekaligus adalah hari dimana Sang Muadzin mengumandangkan adzan terakhirnya.
Seminggu kemudian Bilal bin ibn Rabah Ra wafat. Beliau meninggal dunia di Damaskus pada 20 H dan dimakamkan disana.
0 comments:
Post a Comment