Monday, January 15, 2018

Menyongsong Era Baru Penyuluh KKBPK Dan Kampung KB Di Indonesia



Sejak Otonomi Daerah di tahun 2004, Program Keluarga Berencana (KB) seakan terjun ke titik nadir dimana antusiasme masyarakat semakin turun terhadap keikutsertaan ber-KB, utamanya adalah Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) seperti Implan dan IUD. Kinerja Program KB pun secara nasional dalam 10 tahun terakhir ini menjadi stagnan dan tidak signifikan positif. Bila kita cermati, salah satu hal yang berperan terhadap kemerosotan Program KB di lapangan adalah berkurangnya tenaga Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB) dan Penyuluh Keluarga Berencana (PKB) dimana sebelum Otonomi Daerah mencapai 38.000 orang, kini turun menjadi 15.149 orang. 

Kurangnya kuantitas jumlah dari PLKB/PKB tersebut sedikit banyak mempengaruhi kualitas pendampingan masyarakat terhadap pelayanan KB Nasional yang menjadi tidak maksimal. Menurut data BKKBN, saat ini rata-rata 1 orang PLKB/PKB memegang 5 desa binaan. Faktanya di lapangan bahkan ada 1 orang PLKB/PKB yang memegang lebih dari 10 desa bahkan 1 kecamatan. Hal ini tentu sangat jauh dari kondisi ideal dimana seharusnya 1 orang “menggarap” hanya 2 desa binaan. 

PLKB/PKB merupakan ujung tombak suksesnya Program KB di lini lapangan. Besarnya beban kerja yang harus ditanggung oleh seorang PLKB/PKB membuat Program KB tidak terasa di masyarakat. Salah satu upaya untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah dengan meluaskan kembali tugas dan wewenang yang selama ini ada pada diri petugas PLKB/PKB.

(Selalu Sehat.. Semangat.. Luar Biasa dalam kegiatan apapun)

Oleh karenanya terhitung mulai tanggal 1 Januari 2018, telah resmi PLKB/PKB berganti nama menjadi Penyuluh Kependudukan, Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga (KKBPK). Pergantian nama ini sekaligus menandai kembalinya PLKB/PKB menjadi pegawai pusat langsung di bawah BKKBN. Pemakaian istilah Penyuluh KKBPK sendiri tidak hanya pergantian nama semata tetapi juga re-definisi dimana Penyuluh KKBPK menjadi jabatan fungsional tertentu yang terkualifikasi dan kompeten untuk bertugas, berwenang dan mendapatkan hak secara penuh untuk melaksanakan kegiatan penyuluhan, pelayanan, pengorganisasian, penggerakan, evaluasi dan pengembangan Program KKBPK di tempat ia ditugaskan.

Tak hanya Penyuluh KKBPK yang mempunyai semangat baru dalam bertugas. Mitra kerja utama Penyuluh KKBPK di lapangan, yaitu Institusi Masyarakat Pedesaan (IMP), dalam hal ini Pembantu Pembina KB Desa (PPKBD) dan Sub PPKBD, juga didorong agar dapat bergerak searah seirama dalam era baru ini. Melalui GESIT (Gerakan Institusi Bangkit), diharapkan baik itu PPKBD ataupun Sub PPKBD dapat bekerja sama lebih baik lagi, lebih intens lagi dan lebih akrab lagi bersama Penyuluh KKBPK dalam menjalankan program di desa.

(Jambore Nasional di Bandung, Desember 2017)
 
GESIT mempunyai 2 artian. Yang pertama sesuai dengan namanya, "gesit" yang berarti giat dan cekatan, sebagai sebuah labelisasi dimana IMP bekerja penuh semangat dan pantang menyerah dalam menjalankan Program KKBPK di desa. Sedangkan arti kedua berada pada kepanjangan dari kata GESIT, yaitu pada kata "bangkit". Seperti yang umum diketahui, IMP juga sejak dulu ada, akan tetapinya gaungnya memang tak senyaring dulu. Maka sesuai dengan arti kata "bangkit" maka diharapkan dengan ini, IMP yang ada di seluruh pelosok Indonesia bisa kembali bangkit seperti di masa kejayaan Program KB silam.

Kampung KB sebagai ikon baru Program KB di Desa
 Berbagai inovasi dihadirkan demi meningkatkan peran para pimpinan daerah baik di tingkat provinsi sampai ke tingkat desa. Salah satunya adalah membuat program unggulan baru yang bernama Kampung KB. Pembentukan Kampung KB sendiri merupakan tindak lanjut dari intruksi Presiden Joko Widodo dalam Nawa Citanya, yaitu poin ketiga, membangun Indonesia dari pinggiran serta poin kelima yaitu meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia. 

(Miniatur Salah Satu Kampung KB di Hulu Sungai Selatan, Kalsel)

Kampung KB adalah satuan wilayah setingkat desa/kelurahan yang memiliki kriteria tertentu dimana terdapat keterpaduan Program KKBPK yang dilakukan secara sistemik dan berkelanjutan. Kriteria tertentu yang dimaksudkan adalah wilayah yang tergolong miskin, terpencil, kumuh dan berada diperbatasan serta memiliki angka kesertaan ber-KB yang masih kurang. 

Sejak dicanangkan pertama kali pada 14 Januari 2016 silam, ditargetkan sampai akhir tahun 2017 ini, setiap kecamatan di seluruh Indonesia memiliki 1 Kampung KB. Tujuan adanya program ini tak lain demi mewujudkan keluarga kecil bahagia sejahtera di tempat-tempat yang selama ini “kurang” mendapatkan perhatian pemerintah. 


(Pencanangan Kampung KB oleh Bupati Hulu Sungai Selatan, H. Achmad Fikry)

Walaupun disebut sebagai ikon baru Program KB, akan tetapi gaungnya harus diakui masih kurang di masyarakat. Selama 2 tahun umur pgoram ini berjalan, masih banyak hambatan dan tantangan yang harus dihadapi para pengelola Kampung KB. Bahkan pengetahuan tentang Kampung KB saja oleh masyarakat di desa dimana program ini dicanangkan juga masih banyak yang belum mengetahuinya. Oleh karenanya kesadaran akan pentingnya Kampung KB sebagai ikon baru Program KB perlu digaungkan kembali, dan ini bukan saja tanggung jawab Penyuluh KKBPK tetapi juga membutuhkan peran dari semua pihak.