Tuesday, March 27, 2018

Review Film - The Cloverfield Paradox (2018)

(Source : Image)

Spoiler Warning!!!!!

Ingat dengan film Cloverfield yang rilis 2008 silam?
Film yang menceritakan serangan monster raksasa di tengah kota  yang dibuat dengan teknik found footage ini cukup sukses di pasaran dan sangat diterima oleh masyarakat. Dan tahukah sahabat, ternyata film tersebut mempunyai sekuelnya yang bernama 10 Cloverfield Lane Walaupun tidak bisa sepenuhnya sekuel karena memakai sudut pandang lain sehingga bisa pula disebut spinoff, tapi film tersebut mempunyai benang merah (selain judulnya yang sama-sama Cloverfield), yaitu serangan monster raksasa yang datang secara tiba-tiba dan membuat manusia lari tunggang langgang dan bersembunyi demi keselamatan jiwa mereka.

Nah di tahun 2018 ini, muncul lagi film baru dengan judul yang memuat kata "Cloverfield", yaitu The Cloverfield Paradox (TCP).

Apakah film ini berhubungan dengan film Cloverfield sebelumnya?
Jawabnya adalah ya.
Dan TCP ini bisa disebut prekuel dari Cloverfield karena di film ini akan menceritakan kisah awal kemunculan para monster dan kenapa monster-monster tersebut bisa ada di bumi.

Sound interesting, right?

(Cloverfield, scene ini benar-benar mengejutkan - Source)
 
TCP memakai formula yang berbeda dibandingkan 2 pendahulunya. Apabila Cloverfield memakai teknik yang sangat kental dengan unsur survival-nya, dan 10 Cloverfield Lane yang lebih kepada thriller-psikologis, maka film ketiganya ini memakai formula lebih ke science dengan dibumbui hal-hal yang diluar nalar manusia.

Sebenarnya, TCP mempunyai potensi untuk lebih sukses dibandingkan pendahulunya. Akan tetapi cerita yang tak kuat dan sinematografi yang terlihat biasa-biasa saja, akhirnya TCP menjadi film "terburuk" diantara 2 film terdahulunya. Banyak elemen-elemen yang dibawakan secara lemah.

Mari kita bahas film ini...

Bercerita tentang bumi di tahun 2028, umat manusia terancam oleh sumber energi yang semakin menipis. Hal ini diperparah perebutan sumber energi tersisa yang bisa memicu peperangan. Akhirnya dibuatlah solusi untuk membuat energi terbarukan yang tak habis pakai dengan menggunakan stasiun luar angkasa yang bernama "Shepard". Stasiun ini mengorbit di luar bumi dan melakukan berbagai percobaan disana. Semua dicoba agar bumi tak lagi krisis energi

Para ahli dibidangnya pun diikutsertakan dalam proyek besar ini. Ada Ava Hamilton (Gugu Mbatha-Raw) sang insinyur sekaligus tokoh utama dalam film ini, Ernst Schmidt (Daniel Bruhl) si ahli fisika, Monk (John Ortiz) yang berperan sebagai dokter merangkap rohaniawan, Mundy (Chris O'wod) mekanik sekaligus pencair suasana, Tam (Zhany Ziyi) yang emmm entahlah sebagai apa, Volkov (Aksel Hennie) yang kebagian peran menjadi orang yang paling ngeselin dan sang komandan, Kiel (David Oyelowo).

(Source : Image)

Setelah dua tahun yang melelahkan, kegagalan demi kegagalan menghampiri, saling tuding dan saling menyalahkan pun menjadi sebuah kepastian. Di saat rasa frustrasi mulai menguasai, tiba-tiba saja percobaan mereka berhasil.

Dan kemudian bumi yang ada dihadapan mereka hilang............... ya hilang.
Bumi yang selalu mereka mereka orbit sepanjang waktu tiba-tiba hilang didepan mata.

Apa mereka tak sengaja menghancurkan bumi?
Atau mereka terlempar dari orbit bumi ke ruang angkasa yang jauh?

Well... jawabnya adalah... mereka secara tidak sengaja terlempar ke dimensi lain.

Sebelum mereka menyadarinya, berbagai kejadian aneh dialami oleh mereka (seperti ada perempuan yang tiba-tiba terjebak didalam dinding stasiun, tangan putus yang bisa bergerak sendiri, atau cacing percobaan yang tiba-tiba ada didalam tubuh salah satu kru), mereka pun akhirnya sadar. Mereka ada di dimensi lain, dimana ada bumi yang lain, ada mereka yang lain.

Bagi yang memahami konsep multiverse, mungkin agak lebih mudah memahaminya.

Intinya adalah mereka ada di dimensi yang salah dan mereka harus kembali ke dimensi dimana harusnya mereka berada.

Dan ketika mereka berhasil kembali ke dimensi mereka seharusnya, bumi sudah dikuasai para monster raksasa. 

Ternyata, ujicoba "Shepard" tersebut bukannya membuat energi baru seperti yang mereka inginkan, malah membuka semacam "portal" sehingga para monster bisa masuk ke bumi.

Sulit memahami ceritanya?
Ya memang sulit!!!
Karena itulah kelemahan terbesar dari film ini. Kisah yang terlalu dipaksakan.

Kita tidak pernah dijelaskan bagaimana cara kerja "Shepard". Memang ada dijelaskan, tapi boleh dibilang sangat kurang. Penjelasannya bukan terlalu ribet atau terlalu sains sehingga sulit dipahami, akan tetapi terlalu standar sehingga terkesan proyek sains ini cuma sebagai tempelan saja.

Kemudian di sepertiga film, ada penjelasan dari seorang "pakar" yang menyebutkan proyek ini akan membuka dunia paralel yang bisa mengundang makhluk semacam monster, iblis dan alien bisa memasuki bumi. Dan itu ternyata benar-benar terjadi. Tapi dari penampakan secara jelas sang monster malah hanya ada diakhir film yang membuat film ini secara dipaksakan agar bisa masuk ke franchise Cloverfield. Bahkan asal usul dari monster tersebut itu pun tak jelas berasal dari mana.

(Keliatan monsternya? - Source)

Akting para aktornya pun biasa-biasa saja. Tidak punya karakter kuat. Bahkan kadang aku merasa masih melihat sosok Zemo (villain utama film Captain America : Civil War) dalam akting Daniel Burl.

Tapi yang paling mengganggu sebenarnya adalah Tam.
Bukan bermaksud rasis ya.
Tam ini diceritakan perwakilan dari China. Bersama-sama dengan kru lainnya yang berasal dari berbagai negara, ada yang dari Inggris, Jerman, Brazil dan lain hal sebagainya. Semuanya pake Bahasa Inggris, kecuali Tam. Cuma dia yang pake Bahasa China. Dan kru lainnya paham dengan apa yang Tam ini bicarakan tapi gak ada satupun yang membalas percakapan dengan menggunakan Bahasa China juga.
Jadi untuk proyek skala multi nasional, krunya ga wajib bisa Bahasa Inggris tapi harus wajib paham Bahasa China.
Jujur ini sangat mengganggu sebenarnya.
Lalu kenapa ada sosok Tam di film ini?
Mungkin artikelku di sini bisa menjawabnya.

Yah pada intinya sih, banyak hal yang dipaksakan dalam film ini sehingga eksekusinya tidak mulus dan kurang nikmat ditonton.

Menariknya adalah film ini sebenarnya tidak pernah direncanakan menjadi prekuel dari seri Cloverfield. Tapi karena sang sutradara JJ. Abrams melihat sesuatu yang menarik dari film ini, akhirnya dimasukkan lah unsur Cloverfield dalam film ini.

Hmmm mungkin itulah alasan utama kenapa film ini terasa dipaksakan.

(Source - Image)